Mengapa naik commuter line itu penuh misteri?  Jangan langsung berpikir ke hal-hal mistis ya apalagi berpikiran saya akan membahas penampakan dedemit atau mahluk dunia lain di kereta : ). 

Ini bisa-bisanya saya saja mencari judul yang menarik untuk mengulas keseharian menggunakan layanan jasa Commuter Line Jabodetabek.

Penampakan Commuter Line Jabodetabek (sumber: Kompas)

Sebagai roker (rombongan kereta) pengguna KRL rute bekasi, commuter line itu ibaratnya seorang sahabat, yang keberadaannya sulit digantikan dan kehadirannya selalu dinantikan. Walaupun seringkali tingkah polahnya menjengkelkan hati namun tetap saja kekurangannya akan selalu dimaklumi. Ups…!! Tapi ini bener lho..

Dalam sehari, saya dua kali menantikan kehadiran KRL rute bekasi di stasiun kereta, yaitu saat pagi dan sore hari. 

Bagi kebanyakan roker yang sudah merasakan “nyamannya” naik kereta, pasti sulit pindah ke lain hati. Jasa angkutan umum lain biasanya hanya menjadi alternatif terakhir.

Mengapa demikian? Di Jakarta waktu yang mengatur rutinitas seseorang, penggunaan jasa angkutan KRL dapat membantu saya mengelola waktu perjalanan pulang pergi kantor sehingga lebih efisien serta menghindari stress akibat terjebak kemacetan. 

Seorang ibu menggunakan kartu single trip (sumber: Kompas)

Tarif KRL sangat murah, untuk keberangkatan dari stasiun Cakung tujuan stasiun Juanda saya hanya membayar sebesar Rp. 2.500,-. Biaya PP menggunakan kereta hanya sebesar Rp. 5.000,-. Mungkin karena faktor inilah pengguna KRL Jabodetabek semakin bertambah setiap harinya.
Jika ingin membandingkan tarif KRL dengan tarif angkutan umum lain, menurut saya untuk saat ini tentu belum bisa dibandingkan (mengingat tarif KRLdisubsidi pemerintah). Sehingga untuk masalah tarif KRL belum ada saingannya ^_^.

Kartu multi trip (sumber: Dok. Pribadi)
Berikut saya sertakan info mengenai tarif KRL beserta jenis tiket yang digunakan:

Pihak KAI telah menurunkan tarif kereta, untuk 5 stasiun pertama seharga Rp. 2.000,- dan 3 stasiun selanjutnya di kenakan tambahan tarif Rp. 500,- begitu seterusnya.

Terdapat dua pilihan tiket bagi penumpang:
  • Tiket Single Trip (Tiket satu kali perjalanan). Calon penumpang mendepositkan uang sebesar Rp. 5.000,- + biaya perjalanan sesuai tarif tujuan. Deposit dapat diuangkan kembali dengan mengembalikan tiket ke konter isi ulang maksimal 3 hari setelah pembelian kartu (kalau ngak salah ya :P).
  • Tiket Multi Trip (Tiket elektronik berlangganan). Calon penumpang membeli kartu seharga Rp. 20.000,-. Biasanya pihak KAI menjual paket kartu seharga Rp. 50.000,- (seperti gambar disamping) didalamnya sudah termasuk saldo sebesar Rp. 30.000,-. Tidak seperti single trip yang hanya digunakan untuk satu kali perjalanan, kartu multi trip bisa digunakan berulang-ulang dengan minimal saldo dalam kartu sebesar Rp.7.000,-. Kartu ini juga bisa diisi ulang (Top Up) dengan pilihan nominal pengisian saldo Rp.5.000,-; Rp. 10.000,-; Rp. 20.000; Rp. 50.000,-; Rp. 100.000,- dan Rp. 200.000,-. 

Disamping kelebihan-kelebihan KRL yang sudah saya ceritakan sebelumnya, juga terdapat kelemahannya. Inilah alasan sebenarnya saya membuat tulisan ini. ^_^

Commuter line itu penuh misteri, kenapa?

Pertama:

Walaupun jadwal kedatangan kereta sudah di atur sedemikian rupa oleh pihak KAI, tetap saja saya tidak bisa menentukan apakah kereta datang sesuai jadual atau tidak.
Kadang kereta hanya terlambat 5 menit dari jadual pemberangkatan. Tapi…. 5 menit ini pengaruhnya sangat signifikan terhadap jumlah penumpang.

Jika tidak sigap saya tidak bisa masuk kedalam kereta karena penumpang saling berebut dan dorong-dorongan.
Setiap hari petugas keamanan seringkali membantu mendorong penumpang agar bisa masuk ke dalam kereta. Namun apabila terlalu banyak penumpang yang tidak bisa diangkut, biasanya mereka sedikit berbohong dengan mengatakan kereta selanjutnya sudah berangkat dari stasiun Bekasi. 


Penampakan saat penumpang berusaha naik kereta, biasanya lebih parah lagi (sumber: Kompas)


Kedua:

Jadwal keberangkatan kereta dibatalkan tiba-tiba, sehingga jumlah penumpang di stasiun membludak. Penumpang menjadi “rusuh” karena jumlah penumpang melebihi kapasitas kereta. Seringkali disaat penumpang saling dorong-dorongan saya mendengar beberapa dari mereka saling mengucapkan sumpah serapah karena tidak sengaja terinjak kakinya, atau tidak sengaja terdorong badannnya.

Semua orang memang butuh kereta dan semua orang butuh datang kekantor tepat waktu.

Penderitaan roker bertambah disaat kereta penuh sesak, pendingin udara mati! dan hanya kipas angin yang nyala. Panas, gerah, lelah seperti teman yang menemani selama perjalanan. Biasanya pada kondisi ini banyak penumpang wanita jatuh pingsan...


Penumpang menanti kedatangan kereta (sumber: Kompas)

Ketiga:

Ganggunan penerimaan sinyal menjadi salah satu dilema yang paling sering terjadi.
Pernah satu kali saya berangkat menggunakan kereta jam 6 pagi namun harus tiba ditujuan jam 10 siang.

Kereta ditahan saat hendak masuk stasiun jatinegara tepatnya dekat penjara Cipinang. Saat itu pendingin udara juga mati, penumpang mulai rusuh karena kipas angin tidak membantu mengatasi panas dan jendela kereta tidak bisa dibuka.
Di gerbong khusus wanita yang saya naiki banyak penumpang jatuh pingsan, suasana menjadi tak terkendali. Ada ibu-ibu yang menggedor-gedor kaca jendela, ada yang berteriak-teriak kepada masinis agar pintu dibuka, ada pula yang menelpon atasannya mengabari kalau tidak bisa datang tepat waktu, hehe. Karena suasana semakin rusuh masinis akhirnya membuka pintu, banyak penumpang turun baik laki-laki maupun wanita.
Namun yang mengejutkan segerombol penumpang laki-laki mendatangi masinis dan mulai beradu mulut meminta penjelasan penyebab gangguan kereta, mula-mula penumpang di gerbong wanita mendukung dan ikut beradu mulut. Tapi tiba-tiba seorang bapak melempari jendela masinis yang terbuka dengan batu, diikuti oleh penumpang pria lain. Batu tersebut tidak hanya mengenai jendela masinis tapi juga mengenai gerbong wanita bahkan beberapa batu masuk dari pintu mendarat ditubuh penumpang. Kami mulai berteriak panik tak terkecuali saya, khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sekitar 2 menit lamanya kereta dihujani lemparan batu, sebelum akhirnya bisa melaju meninggalkan penumpang yang memilih turun.

Sungguh pengalaman yang mengerikan.


Kereta saat sepi penumpang (sumber: Dok. Pribadi)
Keempat:

Saya juga pernah mengalami gangguan kereta yang parah (menurut saya lho..), terjadi saat musim penghujan di jam pulang kantor. Kereta ditahan di stasiun Gondangdia dari jam 4.15 sore sampai jam 9 malam. Berhubung perut mulai keroncongan saya memutuskan turun membeli beberapa snack dan minuman di Indomaret.
Apes, sekembalinya dari Indomaret ternyata kereta sudah jalan, hehe! Akhirnya dalam kondisi hujan rintik-rintik saya naik ojek dari stasiun Gondangdia ke Bintara. Luar biasa….
Menurut seorang teman yang naik di kereta itu, dipertengahan jalan antara stasiun Gondangdia dan Cikini kereta kembali ditahan dengan pintu dibiarkan terbuka. Banyak penumpang yang kebelet ingin buang air kecil harus pipis di rel (kalau bapak-bapak sudah biasa, ini ibu-ibu juga lho!)


Inilah sepenggal kisah yang saya alami saat naik kereta.
Tetapi jika diamati, akan muncul pertanyaan "Jika begitu banyak kelemahan menggunakan layanan jasa KRL mengapa tetap bertahan?"

Nah itu dia…
Ini sekedar opini saya saja, jika ada alternatif lain yang bisa menyaingi KRL, mungkin saya akan pindah haluan (intinya hingga saat ini belum ada transportasi lain yang bisa menyaingi KRL) : ).


"Life is a beautiful journey where along the way you experience 
to learn, to give freely, and receive love ~ idleHearts.com"

 
Sayang saya tidak punya foto-foto saat kereta mengalami gangguan, ngak sempet mikirin foto deh kalau kereta lagi kenapa-napa. Jadi yang saya tampilkan adalah beberapa foto bersumber dari Kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top